Kemenag

Kemenag Siapkan 6.919 Masjid Ramah Pemudik Sambut Libur Nataru 2025/2026

Kemenag Siapkan 6.919 Masjid Ramah Pemudik Sambut Libur Nataru 2025/2026
Kemenag Siapkan 6.919 Masjid Ramah Pemudik Sambut Libur Nataru 2025/2026

JAKARTA - Menjelang libur Natal dan Tahun Baru 2025–2026, Kementerian Agama (Kemenag) memastikan kenyamanan para pemudik dengan menyiapkan 6.919 masjid ramah pemudik di seluruh Indonesia.

Inisiatif ini tidak hanya menghadirkan fasilitas ibadah, tetapi juga menjadi ruang publik inklusif yang mengedepankan toleransi beragama, keselamatan, dan kenyamanan masyarakat.

Momentum ini ditandai dengan kegiatan Kick Off Masjid Ramah Pemudik Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 yang berlangsung di Masjid Jami’ An Nur, Karawang, Jawa Barat, pada Selasa, 23 Desember 2025. Acara tersebut dihadiri oleh Menteri Agama Nasaruddin Umar, Direktur Jenderal Bimas Islam Abu Rokhmad, Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah Arsad Hidayat, Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Barat Dudu Rohman, serta sejumlah pejabat Kemenag kabupaten/kota, perwakilan TNI–Polri, dan Kementerian Perhubungan.

Toleransi Beragama dalam Praktik Nyata

Menag Nasaruddin Umar menekankan bahwa program Masjid Ramah Pemudik adalah bukti nyata toleransi beragama di Indonesia yang tidak berhenti pada wacana semata. “Inilah bukti bahwa Indonesia memiliki toleransi sejati, bukan hanya dalam teori, tetapi dalam praktik. Masjid adalah rumah bagi siapa pun,” ujarnya. Program ini menargetkan 6.919 masjid yang akan memberikan layanan terbaik bagi pemudik dan musafir selama Nataru 2025–2026.

Dalam kesempatan itu, Nasaruddin Umar juga menekankan pentingnya layanan tambahan di masjid untuk menunjang keselamatan pengendara. “Jika memungkinkan, sediakan kopi atau minuman hangat bagi para pengemudi agar tidak mengantuk. Kehadiran masjid sebagai tempat istirahat terbukti mampu menurunkan angka kecelakaan hingga 50% pada musim mudik sebelumnya,” jelasnya.

Dimensi Sosial dan Keagamaan di Akhir Tahun

Direktur Jenderal Bimas Islam Abu Rokhmad menambahkan bahwa akhir tahun memiliki dimensi ganda: keagamaan dan sosial kemasyarakatan. “Sebagaimana Idulfitri, ada aspek yang bersifat syariat dan ada pula yang bersifat sosial kemasyarakatan. Mudik dan liburan merupakan fenomena sosial yang dinikmati bersama oleh seluruh masyarakat,” kata Abu Rokhmad. Menurutnya, pembukaan masjid bagi musafir merupakan praktik keagamaan yang layak didukung. “Kita semua pada hakikatnya adalah musafir. Ketika masjid dibuka dan dimanfaatkan layanannya, itu merupakan praktik keagamaan yang bernilai luhur,” tambahnya.

Abu Rokhmad juga menyampaikan bahwa ke depan, program Masjid Ramah Pemudik akan semakin matang, termasuk untuk menghadapi arus mudik Lebaran Idulfitri. Ia memberikan apresiasi kepada semua pihak yang telah mendukung pelaksanaan program ini, menekankan bahwa kerukunan tidak cukup diucapkan, tetapi harus diwujudkan melalui tindakan nyata.

Pelaksanaan Pertama untuk Natal dan Tahun Baru

Sementara itu, Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah Arsad Hidayat menegaskan bahwa pelaksanaan Masjid Ramah Pemudik untuk Nataru merupakan pertama kali, meski konsepnya telah diterapkan pada arus mudik Idulfitri sebelumnya. “Ini pertama kali kita laksanakan untuk Natal dan Tahun Baru. Namun, konsep Masjid Ramah Pemudik bukan hal baru karena telah diterapkan pada Idulfitri. Masjid dapat memfasilitasi tidak hanya umat Islam, tetapi juga masyarakat nonmuslim sebagai wujud Islam yang rahmatan lil ‘alamin,” jelasnya.

Fungsi Masjid sebagai Ruang Sosial dan Aman

Arsad menambahkan bahwa masjid ramah tidak hanya sekadar tempat ibadah, tetapi juga memiliki fungsi sosial yang luas. Konsep ini mencakup masjid ramah lansia, ramah anak, ramah perbedaan, ramah lingkungan, serta masjid sebagai ruang penyelesaian persoalan sosial. “Kehadiran masjid sebagai tempat istirahat yang aman, bersih, dan nyaman menjadi salah satu faktor penting dalam menekan angka kecelakaan lalu lintas,” ujarnya.

Program Masjid Ramah Pemudik akan hadir di berbagai daerah selama libur Nataru 2025–2026 dan menjadi bagian dari kolaborasi berkelanjutan dengan Kementerian Perhubungan. Layanan ini diharapkan tidak hanya membantu kelancaran perjalanan, tetapi juga memperkuat nilai-nilai toleransi dan kebersamaan antarwarga, tanpa memandang agama atau latar belakang.

Masjid Sebagai Simbol Kerukunan dan Pelayanan Publik

Dengan inisiatif ini, Kemenag menunjukkan bahwa masjid dapat menjadi lebih dari sekadar tempat ibadah. Mereka bisa berperan sebagai pusat layanan publik yang mendukung keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan masyarakat. Momentum ini sekaligus mengingatkan pentingnya praktik nyata toleransi dan solidaritas di tengah keragaman masyarakat Indonesia.

Sebagai penutup, program Masjid Ramah Pemudik bukan sekadar strategi manajemen perjalanan, tetapi juga wujud nyata Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan toleransi. Seluruh pihak diharapkan terus berperan aktif dalam menjaga dan mengembangkan konsep masjid yang inklusif, ramah, dan bermanfaat bagi semua lapisan masyarakat, menjadikan masjid sebagai simbol kerukunan dan pelayanan publik yang universal.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index